Minggu, 28 Maret 2010
Pesan sang ibu
Tak kala aku menyarungkan pedang
Dan tersimpuh diatas pangkuannya
Tertumpah rasa kerinduanku pada sang ibu
Tanganya yang halus mulus menbelai kepalaku
Bergetarlah seluruh jiwa ragaku
Musnahlah seluruh api semangat juangku
Namun sang ibu berkata:
Anakku sayang
Apabila kakimu sudah melangkah ditengah padang
Tancapkanlah kakimu dalam-dalam
Dan tetaplah terus bergumam
Sebab, gumam adalah mantra dari dewa-dewa
Gumam mengandung ribuan makna
Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga
Maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan
Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar
Yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan
Gedung-gedung yang dihuni kaum munafik
Tatanan negri ini sudah hancur anakku
Dihancurkan oleh sang penguasa negri ini
Mereka hanya bisa bersolek didepan kaca
Tapi membiarkan punggungnya penuh noda
Dan penuh lendir hitam yang baunya kemana-mana
Mereka selalu menyemprot kemaluannya dengan farfum luar negri
dIluar berbau wangi di dalam penuh dengan bakteri
dan hebatnya sang penguasa negri ini
pandai bermain akrobatnya tubuhnya mampu dilipat-lipat
yang akhirnya pantat dan kemaluannya sendiri mampu dijilat-jilat
anakku, apabila pedang sudah kau cabut
janganlah surut, janganlah bicara soal menang dan kalah
sebab menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi
mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan
keinginan hanyalah sebuah kanyalan yang hanya akan melahirkan harta dan kekuasaan
harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon salon sabun yang terbang di udara
Anakku, asahlah pedang
ajaklah mereka bertarung ditengah padang
lalu, tusukkan pedangmu ditengah-tengah selakangan mereka
biarkan darah tertumpah dinegri ini
satukan rumahmu menjadi
Revolusi
(kutipan suara aaktivis)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar